Narapidana juga manusia yang memiliki hak asasi manusia, seberat apa pun kejahatan yang telah mereka perbuat. Hak asasi narapidana yang dapat dirampas hanyalah kebebasan fisik serta pembatasan hak berkumpul dengan keluarga dan hak berpartisipasi dalam pemerintahan. Namun dalam kenyataannya, para narapidana tidak hanya kehilangan kebebasan fisik, tapi juga kehilangan segala hak mereka. Penyiksaan, bahkan pembunuhan, di dalam penjara dan tahanan bukan cerita langka. Hak-hak asasi mereka, baik di bidang sipil, politik, maupuin ekonomi, social dan budaya sering dirampas. Sejarah menunjukkan narapidana sering mendapat perlakuan kejam dan tidak manusiawi. Karena prihatinan atas kondisi penjara dan tahanan, 26 Juni 1987 Perserikatan Bangsa-Bangsa memberlakukan Konvensi 1948 menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam dan perlakuan tidak manusiawi lainnya. Konvensi yang lazim disingkat dengan Konvensi Anti Penyiksaan ini juga diratifikasi Indonesia pada 1998.
Intinya
Konvensi Anti Penyiksaan melarang penyiksaan tahanan dan narapidana, disamping
menyerukan penghapusan semua bentuk hukuman yang keji dan merendahkan martabat.
Namun juga menegaskan bahwa penyiksaan, apalagi pembunuhan, terhadap tahanan
atau narapidana merupakan kejahatan terhadap hak asasi manusia
Instrument-instrumen hak asasi internasional juga menetapkan standar minimum
bagi perlindungan hak asasi manusia narapidana dan tahanan. Standar minimum
tersebut meliputi tidak boleh menyiksa ataupun menyakiti mereka dengan alasan
apa pun. Untuk mencegah penyiksaaan dan perbuatan menyakiti narapidana, maka
penjara dan tempat-tempat tahanan harus terbuka bagi pemantau independen
seperti komisi hak asasi manusia, palang merah internasional, ataupun
lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
Selain itu,
prosedur pendaftaran harus benar-benar meperhatikan hak asasi narapidana dan
tahanan. Semua pemenjaraan dan penahanan harus didasari dasr hukum yang kuat
beserta surat perintah resmi. Semua narapidana dan tahanan harus didaftar.
Tidak boleh ada tahanan “titipan”. Aturan besuk tidak boleh membatasi hak
narapidana dan tahanan untuk bertemu keluarga dan penasihat hukumnya. Kondisi
kesehatan mereka juga harus selalu terpantau. Khusus tahanan dan narapidana
asing, harus juga diberi akses untuk berhubungan dengan perwakilan Negara
mereka. Khusus narapidana perempuan, harus mendapat perlindungan khusus
terutama berkaitan dengan pelecehan seksual oleh sipir ataupun narapidana pria.
Selain itu,
instrument hak asasi manusia juga mewajibkan pengelola penjara dan tahanan
untuk memberi makanan yang cukup dan layak Penjara dan tempat tahanan harus
memberikan ruang yang cukup, tidak boleh terlalu sesak. Ruang tahanan yang
sesak juga melanggar hak dasar narapidana. Hak narapidana untuk melaksanankan
ibadah harus juga diberikan. Tak seorangpun narapidana dilarang beribadah.
Fasilitas ibadah juga harus disediakan, termasuk bagi penganut agama minoritas.
Pengaturan hak
asasi narapidana ini harus mengacu pada hak asasi manusia secara internasional,
karena setiap Negara diwajibkan untuk menghormati hukum hak asasi manusia,
tanpa terkecuali. Dengan penetapan hukum internasional HAM, maka jaminan
kolektif untuk perlindungan dan pemenuhannya, secara otomatis juga terus di
kembangkan. Secara hukum internasional, standar perlakuan narapidana ini diatur
dalam setidaknya dua macam konvensi. Hak seseorang untuk tidak dikenakan
penganiayaan atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi atau hukuman yang
merendahkan harkatnya jelas termaktub dalam Konvensi Hak-Hak sipil dan Politik.
Hak-hak sipil
dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap
manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh Negara agar manusia bebas
menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan poltik.
Pasal 10,
Konvensi Hak Sipil dan Politik menentukan :
1.
Setiap orang yang dirampas
kebebasannya wajib diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati
martabat yang melekat pada diri manusia.
2. Tersangka, kecuali dalam
keadaan-keadaan yang sangat khusus, harus dipisahkan dari orang yang telah
dipidana, dan diperlakukan secara berbeda sesuai dengan statusnya sebagai orang
yang belum dipidana.
3. Terdakwa di bawah umur harus
dipisahkan dari orang dewasa dan secepat mungkin segera dihadapkan ke siding
pengadilan.
4.
Sistim pemasyarakatan harus memiliki
tujuan utama memperbaiki dan melakukan rehabilitasi dalam memperlakukan
narapidana. Terpidana di bawah umur harus dipisahkan dari orang dewasa dan
diperlakukan sesuai dengan usia dan ststus hukum mereka.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon