Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu ketentuan khusus seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dikenal adanya sistem pembuktian terbalik seperti yang diatur dalam Pasal 37 yang tertulis :
(1)
Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak
melakukan tindak pidana korupsi.
(2)
Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak
melakukan tindak pidana korupsi, maka keterangan tersebut dipergunakan sebagai
hal yang menguntungkan baginya.
(3)
Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh
harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap
orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang
bersangkutan.
(4)
Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang
kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya,
maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah
ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
(5)
Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4), penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan
dakwaannya.
Sistem pembuktian
terbalik ini merupakan hal baru dan suatu terobosan dalam membuktikan suatu
tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi, sistem ini pada intinya memberikan
kesempatan kepada terdakwa untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah melakukan
tindak pidana korupsi, dan apabila terdakwa tidak mampu membuktikan asal-usul
kekayaan yang dimilikinya atau yang diduga sebagai hasil korupsi, maka dapat
dikatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon