Barang
bukti sitaan yang disita oleh aparat merupakan serangkaian tindakan untuk
mendukung dan mempermudah jalannya proses pemeriksaan. Penyitaan tersebut
dilakukan karena dianggap bahwa barang bukti tersebut dapat mempermudah proses
pembuktian suatu tindak pidana. Pengertian penyitaan itu sendiri dapat
diartikan sebagai suatu penyitaan yang dilakukan terhadap barang bergerak
ataupun tidak bergerak milik seseorang untuk mendapatkan bukti dalam proses
peradilan pidana.
Menurut
Darwin Prinst (2002:69) bahwa pengertian Penyitaan terhadap barang bukti sitaan
yaitu :
Suatu cara yang dilakukan oleh pejabat
yang berwenang untuk menguasai sementara waktu barang-barang baik yang
merupakan milik tersangka/ terdakwa ataupun bukan, tetapi berasal dari atau ada
hubungannya dengan suatu tindak pidana dan berguna untuk pembuktian.
Ketentuan
mengenai penyitaan terhadap barang bukti sitaan yang dilakukan dalam melakukan
suatu kejahatan ataupun barang bukti sitaan yang merupakan hasil dari kejahatan
tersebut, diatur dalam ketentuan KUHAP khususnya dalam Pasal 1 angka 16 tertulis
bahwa :
Penyitaan adalah serangkaian tindakan
penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan di bawah penguasaannya benda
bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyelidikan, penuntutan dan peradilan.
Berdasarkan
pengertian di atas, nampak bahwa penyitaan barang bukti sitaan dilakukan hanya
dalam hal kepentingan pembuktian, penuntutan dan peradilan, sesuatu benda atau
barang dapat disita dan dikuasai oleh orang lain atau pihak lain untuk
sementara waktu. Jadi penyitaan (beslagneming)
merupakan cara yang dilakukan oleh pejabat berwenang untuk menguasai sementara
waktui barang-barang bukti sitaan baik itu barang milik tersangka/ terdakwa
ataupun barang bukti sitaan hasil kejahatan.
Selanjutnya
harus dibedakan antara penyitaan terhadap barang bukti sitaan dan perampasan (verbeurdverklaring). Perampasan
diartikan bahwa benda atau barang tersebut diambil alih dari pemiliknya dengan
tujuan untuk mencabut status hak milik atas barang itu untuk kemudian digunakan
bagi kepentingan negara, untuk dimusnahkan atau untuk di rusak hingga tidak
dapat lagi dipergunakan.
Menurut
Amiruddin (2003:27) bahwa perbedaan antara penyitaan dan perampasan yaitu :
Penyitaan adalah bahwa untuk sementara
milik seseorang dilepaskan dari pemiliknya untuk keperluan pembuktian dan lain
daripada itu hak milik tidak terlepas dari si pemiliknya; akibat hukumnya
adalah dapat dirampas atau dikembalikan kepada yang berhak. Sedangkan
perampasan adalah hanya dapat dinyatakan oleh hakim dalam putusannya; akibat hukumnya
adalah milik barang itu disampaikan atau diambil alih oleh negara.
Dengan kata lain
bahwa penyitaan harus mengandung makna bahwa penguasaan terhadap benda
tersebut adalah bersifat sementara yang berarti bahwa kemudian apabila sudah
tidak dipergunakan lagi, maka akan dikembalikan kepada yang berhak akan tetapi
perampasan ini bukan untuk sementara melainkan pihak yang berwenang mencabut
hak milik atas benda itu untuk selama-lamanya.
2. Fungsi Benda Sitaan Negara
Pada
umumnya tindakan penyitaan terhadap barang bukti dihubungkan dengan tindakan
perampasan sebagai bentuk pidana tambahan dalam suatu proses peradilan pidana. Penyitaan
sebagaimana telah ditentukan juga berhubungan dengan masalah barang bukti
sebagai benda yang disita oleh negara dalam kepentingan penyidikan, penuntutan
dan proses peradilan sebagaimana di atur dalam Pasal 39 KUHP :
1.
Barang-barang
kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja
dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.
2.
Dalam
hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena
pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hak-hak yang
ditentukan dalam undang-undang.
3.
Perampasan
dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah,
tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.
Menurut
A. Hamzah (2004;112) tentang barang bukti atau benda yang dapat disita yaitu :
Barang-barang kepunyaan tersangka yang
diperoleh karena kejahatan dan barang-barang yang dengan sengaja telah
dipergunakan untuk melakukan kejahatan.
Di
samping itu secara rinci mengenai benda yang dapat disita dalam rangka suatu
penyidikan dan penuntutan diatur dalam Pasal 39 KUHAP ditentukan bahwa denda yang
dapat dikenakan penyitaan adalah :
1. Benda
atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dari suatu tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana;
2. Benda
yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya;
3. Benda
yang dipergunakan untuk menghalang-halangi suatu proses penyelidikan tindak
pidana;
4. Benda
yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
5. Benda
lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Berdasarkan
uraian di atas, nampak bahwa barang yang dapat disita yaitu benda yang dapat
dianggap ataupun dapat dipakai untuk mengungkap dan mendapatkan kebenaran, juga
secara langsung memperluas pejabat yang memiliki kewenangan dalam penyitaan.
Menurut
Ratna Nurul Afiah (1998:23) mengatakan bahwa dalam praktek tentang benda sitaan
yang diproses dari suatu tindak pidana yaitu :
1. Barang
yang menjadi sasaran perbuatan yang melanggar hukum pidana, seperti
barang-barang yang dicuri atau digelapkan, atau yang didapat melalui suatu
penipuan;
2. Barang-barang
yang tercipta sebagai buah hasil perbuatan yang melanggar hukum pidana seperti
uang logam atau uang kertas yang dibuat oleh terdakwa dengan maksud untuk
mengedarkannya sebagai uang tulen seperti suatu tulisan palsu;
3.
Barang-barang
yang dipakai sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum
pidana, seperti suatu pisau atau senjata api atau tongkat yang dipakai untuk
membunuh, atau menganiaya orang, seperti suatu batang besi yang dipakai untuk
membuat lubang pada dinding suatu rumah dalam mana kemudian dilakukan
pencurian, perkakas-perkakas yang dipakai dalam mencetak (membuat) uang palsu;
4. Barang-barang yang pada
umumnya dapat menjadi tanda bukti ke arah memberatkan atau mengentengkan
(meringankan) kesalahan terdakwa seperti suatu pakaian yang dipakai oleh
penjahat pada waktu melakukan perbuatan yang melanggar hukum pidana atau suatu
barang yang terlihat tanda pernah dipegang oleh pelaku kejahatan dengan
jarinya.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon