Upaya
penanggulangan kejahatan telah dilakukan oleh semua pihak ,baik pemerintah
maupun masyarakat pada umumnya. Berbagai program serta kegiatan yang telah
dilakukan sambil terus mencari cara yang paling tepat dan efektif dalam
mengatasi masalah tersebut.
Seperti
yang dikemukakan oleh E.H.Sutherland dan Cressey (Ramli Atmasasmita 1983:66)
yang mengemukakan bahwa dalam crime prevention dalam pelaksanaannya ada dua
buah metode yang dipakai untuk mengurangi frekuensi dari kejahatan, yaitu :
- Metode
untuk mengurangi pengulangan dari kejahatan
Merupakan
suatu cara yang ditujukan kepada pengurangan jumlah residivis (pengulangan
kejahatan) dengan suatu pembinaan yang dilakukan secara konseptual.
- Metode
untuk mencegah the first crime
Merupakan
satu cara yang ditujukan untuk mencegah terjadinya kejahatan yang pertama kali
(the first crime) yang akan dilakukan
oleh seseorang dan metode ini juga dikenal sebagai metode prevention (preventif).
Berdasarkan
uraian di atas dapat dilihat bahwa upaya penanggulangan kejahatan mencakup aktivitas
preventif dan sekaligus berupaya untuk memperbaiki perilaku seseorang yang
telah dinyatakan bersalah (sebagai seorang narapidana) di lembaga pemasyarakatan.
Dengan kata lain upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan secara
preventif dan represif.
a. Upaya
preventif
Penanggulangan
kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya
kejahatan yang pertama kali . Mencegah kejahatan lebih baik daripada mencoba
untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan dalam
kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan
diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan.
Sangat
beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif dapat
dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.
Barnest dan
Teeters (Ramli Atmasasmita,1983:79) menunjukkan beberapa cara untuk menanggulangi
kejahatan yaitu:
1)
Menyadari
bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan dorongan-dorongan
sosial atau tekanan-tekanan sosial dan tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi
tingkah laku seseorang ke arah perbuatan jahat.
2) Memusatkan
perhatian kepada individu-individu yang menunjukkan potensialitas kriminal atau
sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan gangguan-gangguan biologis
dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik
sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang harmonis .
Dari pendapat
Barnest dan Teeters tersebut di atas, menunjukkan bahwa kejahatan dapat kita
tanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang
mempengaruhi seseorang ke arah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada
keadaan baik. Dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi mutlak dilakukan.
Sedangkan faktor-faktor biologis, psikologis, merupakan faktor yang sekunder
saja.
Jadi dalam
upaya preventif itu adalah bagaimana kita melakukan suatu usaha yang positif, serta
bagaimana kita menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan,
juga kultur masyarakat yang menjadi suatu daya dinamika dalam pembangunan dan
bukan sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang
mendorong timbulnya perbuatan menyimpang juga disamping itu bagaimana
meningkatkan kesadaran dan patisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban
merupakan tanggung jawab bersama .
b. Upaya
represif
Upaya represif
adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah
terjadinya kejahatan . Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk
menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya
kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan
yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat , sehingga tidak akan
mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang
akan ditanggungnya sangat berat .
Dalam membahas
sistem represif, tentunya tidak terlepas dari sistem peradilan pidana kita, dimana
dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) sub-sistem yaitu
sub-sistem kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan kepengacaraan,
yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkai
dan berhubungan secara fungsional.
Upaya represif
dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode perlakuan (treatment) dan penghukuman (punishment). Lebih jelasnya uraiannya
sebagai berikut ini :
1)
Perlakuan
( treatment )
Dalam
penggolongan perlakuan, penulis tidak membicarakan perlakuan yang pasti
terhadap pelanggar hukum, tetapi lebih menitikberatkan pada berbagai
kemungkinan dan bermacam-macam bentuk perlakuan terhadap pelanggar hukum sesuai
dengan akibat yang ditimbulkannya.
Perlakuan
berdasarkan penerapan hukum, menurut Abdul Syani (1987:139) yang membedakan dari
segi jenjang berat dan ringannya suatu perlakuan,yaitu :
a)
Perlakuan
yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana, artinya perlakuan yang paling
ringan diberikan kepada orang yang belum telanjur melakukan kejahatan. Dalam
perlakuan ini, suatu penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya sebagai usaha
pencegahan.
b) Perlakuan
dengan sanksi-sanksi pidana secara tidak langsung, artinya tidak berdasarkan
putusan yang menyatakan suatu hukum terhadap si pelaku kejahatan.
Adapun
yang diharapkan dari penerapan perlakuan-perlakuan ini ialah tanggapan baik
dari pelanggar hukum terhadap perlakuan yang diterimanya. Perlakuan ini dititikberatkan
pada usaha pelaku kejahatan agar dapat kembali sadar akan kekeliruannya dan
kesalahannya, dan dapat kembali bergaul di dalam masyarakat seperti sedia kala
.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa perlakuan ini mengandung dua tujuan pokok, yaitu
sebagai upaya pencegahan dan penyadaran terhadap pelaku kejahatan agar tidak
melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi dimaksudkan agar si pelaku kejahatan
ini di kemudian hari tidak lagi melakukan pelanggaran hukum, baik dari
pelanggaran-pelanggaran yang mungkin lebih besar merugikan masyarakat dan
pemerintah.
2)
Penghukuman
(punishment)
Jika ada
pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk diberikan perlakuan (treatment), mungkin karena kronisnya
atau terlalu beratnya kesalahan yang telah dilakukan, maka perlu diberikan
penghukuman yang sesuai dengan perundang-undangan dalam hukum pidana.
Oleh
karena Indonesia
sudah menganut sistem pemasyarakatan, bukan lagi sistem kepenjaraan yang penuh
dengan penderitaan, maka dengan sistem pemasyarakatan hukuman dijatuhkan kepada
pelanggar hukum adalah hukuman yang semaksimal mungkin (bukan pembalasan)
dengan berorientasi pada pembinaan dan perbaikan pelaku kejahatan.
Seiring
dengan tujuan dari pidana penjara sekarang, Sahardjo mengemukakan seperti yang
dikutip oleh Abdulsyani (1987:141) sebagai berikut :
Menyatakan bahwa tujuan dari pemasyarakatan
yang mengandung makna bahwa tidak hanya masyarakat yang diayomi terhadap diulanginya
perbuatan jahat oleh terpidana, tetapi juga orang-orang yang menurut Sahardjo
telah tersesat diayomi oleh pohon beringin dan diberikan bekal hidup sehingga
menjadi kaula yang berfaedah di dalam masyarakat Indonesia .
Jadi
dengan sistem pemasyarakatan, disamping narapidana harus menjalani hukumannya
di lembaga pemasyarakatan, mereka pun dididik dan dibina serta dibekali oleh
suatu keterampilan agar kelak setelah keluar menjadi orang yang berguna di
dalam masyarakat dan bukan lagi menjadi seorang narapidana yang meresahkan
masyarakat karena segala perbuatan jahat mereka di masa lalu yang sudah banyak
merugikan masyarakat, sehingga kehidupan yang mereka jalani setelah mereka
keluar dari penjara menjadi lebih baik karena kesadaran mereka untuk melakukan
perubahan didalam dirinya maupun bersama dengan masyarakat di sekitar tempat
dia bertempat tinggal.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon