PENGETIAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Tindak pidana korupsi yang akhir-akhir ini sering menjadi pembicaraan karena banyaknya kasus korupsi yang diperiksa di pengadilan tetapi oleh hakim dijatuhkan putusan bebas terhadap pelakunya. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya model penaganan kasus korupsi, maka terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian dari tindak pidana korupsi.
Dalam kamus istilah hukum Latin Indonesia (Adiwinata, 1997:30) bahwa korupsi berasal dari perkataan corruptio yang berarti kerusakan atau dapat juga diartikan sebagai bentuk penyogokan.
Sedangkan menurut Sudarto (1985:115) :
Perkataan korupsi semula hanyalah bersifat umum dan baru menjadi istilah hukum untuk pertama kalinya adalah di dalam Peraturan Penguasa Militer Nomor Prt/ PM/06/1957 tentang pemberantasan korupsi.

Pengertian yang di kemukakan di atas masih dalam bentuk -bentuk umum artinya secara khusus pengertiannya belum tercakup secara menyeluruh baik dalam kamus istilah hukum latin Indonesia dan dalam peraturan Penguasa Militer seperti di kemukakan oleh Sudarto.
Menurut A. Hamzah (1984:19) bahwa pengertian korupsi secara harfiah yaitu :
Sesungguhnya korupsi itu sebagai suatu istilah yang sangat luas pengertiannya, dengan demikian pendekatan yang dapat dilakukan terhadap masalah korupsi bermacam ragam pula.

Lebih lanjut menurut A. Hamzah (2005:4-5) pengertian tindak pidana korupsi jika diartikan secara harfiah yaitu:
Kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan menghina atau memfitnah.

Dari pengertian di atas, maka tindak pidana korupsi tidak terbatas pada suatu tindakan seorang pejabat tetapi juga mencakup persoalan moral serta masalah ucapan seseorang.
Menurut Leden Marpaung (1992:149) pengertian tindak pidana korupsi dalam arti luas yaitu:
Perbuatan seseorang yang merugikan keuangan negara dan yang membuat aparat pemerintah tidak efektif, efisien, bersih dan berwibawa.

Pengertian Tindak Pidana Korupsi juga dapat ditemukan pada Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976), : “Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya”.

Adapun pengertian tindak pidana korupsi secara yuridis formal atau yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan antara lain:
1.    Pengertian Tindak Pidana Korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 khususnya yang tercantum dalam Pasal 1 :
a. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

b.  Barang siapa dengan bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, menyalahgunakan wewenang kesempatan-kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

c.  Barang siapa melakukan kejahatan tercantum dalam Pasal 209, Pasal 210, Pasal 388, Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425 dan Pasal 435 KUHP.

d. Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud dalam Pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau suatu wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatannya atau kedudukan itu.

e.  Barang siapa tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya seperti tersebut pada Pasal 418, Pasal 419 dan Pasal 420 KUHP, tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib.  

2. Barang siapa melakukan percobaan atau permufakatan untuk melakukan tindakan pidana tersebut dalam ayat (1) a, b, c, d, e dan pasal ini.

Tindak pidana korupsi merupakan bentuk penyimpangan dari kekuasaan atau pengaruh yang melekat pada seseorang aparat pemerintahan yang mempunyai kedudukan tertentu sehingga dengan kedudukan pejabat dapat melakukan tindak pidana korupsi.
Menurut pendapat Edi Yunara (2005:36) :
Harus diingat bahwa tindak pidana korupsi merupakan kejahatan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, maka percobaan untuk melakukan kejahatan korupsi dijadikan delik selesai dan diancam dengan hukuman yang sama dengan ancaman bagi pidana itu sendiri yang telah selesai dilakukan.

Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juga diberikan pengertian tindak pidana korupsi, di mana dalam ketentuan tersebut menekankan:
a. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

b. Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau suatu badan atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

c. Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 209, Pasal 210, Pasal 387, Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423 serta Pasal 435 KUHP dan juga Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

d.  Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaannya atau wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukan tersebut.

e. Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi.

f.  Setiap orang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.

g. Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan sarana atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi.

Jika melihat redaksi dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka terdapat perubahan dari ketentuan yang ada sebelumnya karena dianggap bahwa semakin canggihnya dan rumit kejahatan ini, sehingga diperlukan pengaturan lebih khusus untuk menjerat pelaku tindak pidana korupsi.

Sedangkan pengertian tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang mengubah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak mengalami perubahan berarti hanya saja dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tidak lagi mengacu pada ketentuan KUHP, melainkan langsung menyebut unsur-unsur yang terdapat dalam undang-undang Korupsi baru ini.

Mengenai adanya kriteria utama, sehingga suatu tindakan dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, menurut pendapat Romli Atmasasmita (1999:122) :
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971, adanya unsur kerugian negara sebagai unsur utama sehingga tindakan dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi, tetapi pada kenyataannya unsur kerugian negara sulit pembuktiannya karena deliknya delik materiil. Namun dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 unsur kerugian negara tetap ada tetapi rumusannya diubah menjadi delik formil sehingga tidak perlu dibuktikan adanya kerugian negara atau tidak.



Previous
Next Post »