TEORI - TEORI UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN

Image result for teori upaya penanggulangan kejahatan
Pertama, dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view). Batasan kejahatan  dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di dalam perundang-undangan pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan bukan kejahatan. Contoh konkrit dalam hal ini adalah perbuatan seorang wanita yang melacurkan diri. Dilihat dari definisi hukum, perbuatan wanita tersebut bukan kejahatan karena perbuatan melacurkan diri tidak dilarang dalam perundang-undangan pidana Indonesia. Sesungguhnya perbuatan melacurkan diri sangat jelek dilihat dari sudut pandang agama, adat istiadat, kesusilaan, dan lain-lainnya, namun perbuatan itu tetap bukan kejahatan dilihat dari definisi hukum, karena tidak melanggar perundang-undangan yang berlaku.
Kedua dari sudut pandang masyarakat (a crime from the sociological point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup di dalam masyarakat. Contohnya: bila seorang muslim meminum minuman keras sampai mabuk, perbuatan itu merupakan dosa (kejahatan)  dari sudut pandang masyarakat Islam, dan namun dari sudut pandang hukum bukan kejahatan.
Untuk menyebut suatu perbuatan sebagai kejahatan ada tujuh unsur pokok yang saling berkaitan yang harus dipenuhi, yakni :
a)     Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian (harm).
b)     Kerugian yang ada tersebut telah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Contoh : orang dilarang mencuri, dimana larangan yang menimbulkan kerugian  tersebut telah diatur di dalam Pasal 362 KUHP (asas legalitas).
c)     Harus ada perbuatan (criminal act).
d)     Harus ada maksud jahat (criminal intent = mens rea).
e)     Ada peleburan antara maksud jahat dan perbuatan jahat.
f)     Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur di dalam KUHP dengan perbuatan.
g)  Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan tersebut.
Pengertian kejahatan sangat relatif (selalu berubah), baik ditinjau dari sudut pandang hukum (legal definition of crime), maupun ditinjau dari sudut pandang masyarakat (sociological definition of crime).
a)  Isi pasal-pasal dari hukum pidana sering berubah. Contoh : Undang-undang narkotika yang lama yakni Undang-Undang NO. 9 Tahun 1976 digantikan oleh undang-undang narkotika yang baru yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
b) Pengertian kejahatan menurut anggapan suatu masyarakat tertentu juga selalu berubah. Contoh : di Sulawesi Selatan beberapa puluh tahun lalu, seorang bangsawan putri dilarang kawin dengan laki-laki bukan bangsawan. Barang siapa melanggarnya dianggap melakukan kejahatan berat. Norma tersebut sekarang tidak berlaku lagi.
c) Pengertian kejahatan sering berbeda dari suatu tempat ke tempat yang lain. Dari suatu daerah dengan daerah lainnnya. Misalnya : ada daerah bila kedatangan tamu terhormat, sang tamu tersebut disodori gadis untuk menemaninya tidur. Perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan terpuji di tempat tersebut, tetapi di tempat lain (kebudayaan lain), hal itu merupakan suatu hal yang memalukan (jahat).
d) Di dalam penerapan hukum juga sering berbeda. Suatu tindakan yang serupa, kadang-kadang mendapat hukuman yang berbeda dari hakim yang berbeda pula. Contoh dalam kasus korupsi : pada tingkat pengadilan negeri dijatuhi vonis 9 tahun penjara, sedangkan di tingkat pengadilan tinggi hanya divonis 3 tahun penjara dan di tingkat kasasi orang tersebut bebas.
e) Juga sering terlihat adanya perbedaan materi hukum pidana antara suatu negara dibandingkan dengan negara lain.
Kejahatan dapat digolongkan atas beberapa golongan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu :
1.    Berdasarkan motif pelakunya :
Bonger membagi kejahatan berdasarkan motif pelakunya sebagai berikut: [1]
a)Kejahatan ekonomi (economic crime), misalnya penyelundupan.
b)Kejahatan seksual (sexual crime), misalnya perbuatan zinah, Pasal 284 KUHP.
c)Kejahatan politik (political crime), misalnya pemberontakan PKI, pemberontakan DI / TI, dan lain-lain.
d) Kejahatan lain-lain (miscelianeaous crime), misalnya penganiayan, motifnya balas dendam.

2.    Berdasarkan berat ringannya ancaman pidana :
a. Kejahatan, yakni semua pasal-pasal yang disebut di dalam buku ke-II (dua) KUHP, seperti pembunuhan, pencurian, dan lain-lain. Golongan inilah dalam bahasa Inggris disebut felony. Ancaman pidana pada golongan ini kadang-kadang pidana mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara sementara.
b. Pelanggaran, yakni semua pasal-pasal yang disebut di dalam buku ke-III (tiga) KUHP, seperti saksi di depan persidangan yang memakai jimat pada waktu ia harus memberi keterangan dengan bersumpah, dihukum dengan hukum kurungan selama-lamanya 10 hari atau denda. Pelanggaran di dalam bahasa Inggris tersebut misdemeanor. Ancaman hukumannya biasanya hukuman denda saja. Contohnya banyak terjadi pelanggaran lalu lintas.
3.    Kepentingan Statistik
a. Kejahatan terhadap orang (crime againts persons), misalnya pembunuhan, penganiayaan, dan lain-lain.
b. Kejahatan terhadap harta benda (crime againts property), misalnya pencurian, perampokan, dan lain-lain.
c. Kejahatan terhadap kesusilaan umum (crime againts public decency), misalnya perbuatan cabul.
4.    Kepentingan pembentukan teori
Penggolongan ini di dasarkan adanya kelas-kelas kejahatan. Kelas-kelas kejahatan dibedakan menurut proses penyebab kejahatan, cara melakukan kejahatan, teknik-teknik dan ornanisasinya dan timbulnya kelompok-kelompok yang mempunyai nilai-nilai tertentu pada kelas tersebut. Penggolongannya, yaitu:
a. Professional crime, adalah kejahatan dilakukan sebagai mata pencarian tetapnya dan mempunyai keahlian tertentu untuk profesi itu. Contohnya : pemalsuan tanda tangan, pemalsuan uang, dan pencopetan.
b. Organized crime, adalah kejahatan yang terorganisir. Contohnya: perdagangan gelap narkoba, pemerasan,  perjudian liar, dan pelacuran.
c. Occupational crime, adalah kejahatan karena adanya kesempatan. Contohnya: pencurian di rumah-rumah, pencurian jemuran, penganiayaan, dan lain-lain.
5.    Ahli-ahli sosiologi
a. Violent personal crime (kejahatan kekerasan terhadap orang). Contohnya: pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, dan lain-lain.
b. Occastional property crime (kejahatan harta benda karena kesempatan). Contohnya : pencurian kendaraan, pencurian di toko-toko besar.
c.Occopational crime (kejahatan karena kedudukan/jabatan). Contohnya : white collar crime (kejahatan kerah putih), seperti korupsi.
d. Political crime (kejahatan politik). Contohnya : treason (pemberontakan), espionage (spionage), sabotage (sabotase), guerilla warfare (perang geriliya), dan lain-lain.
e. Public order crime (kejahatan terhadap ketertiban umum). Kejahatan ini biasa juga disebut “kejahatan tanpa korban” (victimsless crimes). Contohnya : pemabukan (drunkness), gelandangan (vagrancy), penjuadian (gambling), wanita melacurkan diri (prostitution).
f. Conventional crime (kejahatan konvensional). Contohnya : perampokan, pencurian kecil-kecilan, dan lain-lain.
g. Organized crime (kejahatan terorganisir). Contohnya : pemerasan, perdagangan wanita untuk pelacuran, perdagangan gelap narkoba, dan lain-lain.
h. Professional crime (kejahatan yang dilakukan sebagai profesi). Contohnya : pemalsuan, pencopetan, dan lain-lain.
Statistik kejahatan adalah angka-angka kejahatan yang terjadi di suatu tempat dan waktu tertentu. Statistik kejahatan mengacu kepada angka-angka kejahatan yang dilaporkan kepada polisi (crime known to the police). Sebenarnya instansi-instansi penegak hukum lainnya seperti kejaksaan, kehakiman, dan Lembaga Pemasyarakatan juga memiliki statistik kejahatan tetapi statistik kepolisianlah yang dianggap paling lengkap karena kepolisian merupakan tombak awal penanganan kejahatan.
Meskipun telah disebutkan bahwa kejahatan yang diketahui oleh polisi adalah data yang paling lengkap mengenai kejahatan, namun kejahatan yang sesungguhnya yang terjadi di masyarakat jauh lebih banyak. Selisih antara jumlah kejahatan yang sebenarnya terjadi di masyarakat dengan jumlah yang diketahui polisi disebut kejahatan tersembunyi (hidden crime).
Berdasarkan uraian diatas, maka penanggulangan kejahatan Emperik yang terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu :
1.    Pre-Emtif
Yang dimaksud dengan upaya Pre-Emtif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-entif adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi, dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan.
2.    Preventif
Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya Pre-Emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk melakukan kejahatan.
3.    Represif
Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcement) dengan menjatuhkan hukuman.



Previous
Next Post »