TUGAS & WEWENANG KEJAKSAAN RI

Komperasi pengaturan mengenai tugas dan wewenang Kejaksaan RI secara normatif dapat dilihat dalam beberapa ketentuan Undang-Undang mengenai Kejaksaan, sebagaimana yang hendak diketengahkan di bawah ini. Ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 30 yaitu:
1.    Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a.    Melakukan penuntutan;
b.  Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.  Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d.    Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang;
e.  Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

2.    Di bidang perdata dan tata usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah

3.    Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman  umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
a.    Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b.    Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c.    Pengamanan peredaran barang cetakan;
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara;
e.    Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f.     Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik criminal.

Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri.

Kemudian, Pasal 32 Undang-Undang tersebut menetapkan bahwa disamping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-Undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan Negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.

Seteleh mencermati isi beberapa pasal di atas dapat disimpulkan bahwa tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
1.    Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a.   Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d.   Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang; 
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

2.    Di bidang perdata dan tata usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

3.    Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
a.    Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b.    Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c.    Pengamanan peredaran barang cetakan;
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara;
e.    Pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama; dan
f.     Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

4.    Dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak;

5.    Membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan badan Negara lainnya;

6.    Dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.

Di samping tugas dan wewenang Kejaksaan RI di atas, Jaksa Agung memiliki tugas dan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, yaitu;
a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Kejaksaan.
b.    Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang
c.    Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
d.  Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada kepala Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha Negara.
e. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara-perkara.
f.     Mencegah atau menangkal oaring tertentu untuk masuk atau keluar wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara-perkara pidana sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan.

Selanjutnya Pasal 36 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 mengatur bahwa:
(1) Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam luar negeri, kecuali dalam  Keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri

(2)   Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung

(3) Izin,sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2, hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas menyatakan kebutuhan untuk itu yang dikaitkan dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut didalam negeri.

Kemudian Pasal 37 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa:
(1)   Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakn secara independent demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani

(2) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan kepada Presieden dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan prinsip akuntabilitas.

Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia diatur tugas dan wewenang kejaksaan RI. Pasal 27 menegaskan bahwa:
(1)  Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a.    Melakukan penuntutan dalam perkara pidana;
b.    Melaksanakan penetaan hakim dan putusan pengadilan;
c.    Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat;
d. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan kepengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

(2)  Di bidang perdata dan tata usaha Negara, Kejaksaan dengan khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau pemerintah;

(3)  Dalam bidang ketertiban dan ketentuan umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
a.    Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b.    Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c.    Pengamanan peredaran barang tertentu;
d. Pengawasan alliran kepercayaaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
e.    Pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama;
f.     Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik criminal.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 Pasal 28 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak karena yang bersaangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri.

Sementara itu, Pasal 29 Undang-Undang tersebut menetapkan bahwa disamping tugas dan wewenang dalam Undang-Undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang. Selenjutnya Pasl 30 menegaskan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan-badan penegak hukum dan kedilan serta badan Negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 31 mengatur bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya

Mengenai tugas dan wewenang Jaksa Agung diatur dalam beberapa Pasal di bawah ini. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 mengatur bahwa jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
a.  Menetapkan serta mengendalikan kebiujakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Kejaksaan;
b.   Mengkordinasikan penanganan perkara pidana tentu dengan institusi terkait berdasarkan Undang-Undang yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh Presiden;
c.    Menyampingkan perkara demi kepentingan umum;
d.  Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha Negara;
e.   Mengajukan pertimbangan tekhnis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
f.   Menyampaikan pertimbangan kepada Presiden mengenai permohonan grasi dalam hal pidana mati;
g.   Mencegah atau melarang orang-orang tertentu untuk masuk kedalam atau meninggalkan wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana;

Mengenai tugas dan wewenang Jaksa Agung diatur dalam beberapa Pasal di bawah ini. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 mengatur bahwa jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
1.    Jaksa Agung memberikan izin kepada seseorang tersangka atau terdakwa dalam hal tertentu untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit, baik di dalam maupun di luar negeri;

2.    Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepada Kepala Kejakssan negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan kepada Jaksa Agung;

3.    Izin, sebagaimana yang dimaksud dengan ayat (1) dan (2), hanya di berikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas menyatakan untuk itu yang dikaitkan dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.

Kemudian tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang ketentuan-ketentuan pokok Kejaksaan Republik Indonesia.

Dalam Pasal 2 Undang-Undang itu ditegaskan bahwa dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam pasal 1, Kejaksaan mempunyai tugas:
(1)   a.  Mengadakan penuntutan perkara-perkara pidana pada pengadilan
            yang berwenang.
b.  Menjalankan keputusan dan penetapan Hakim Pidana.

(2)   Mengadakan penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran serta mengawasi dan mengoordinasikan alat-alat penyidik menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan lain-lain peraturan Negara.

(3) Mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara.

(4) Melaksanakan tugas-tugas khusus lainnya yang diberikan kepadanya oleh suatu Negara.

Di samping pengaturan tugas Kejaksaan di atas, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 mengatur wewenang dan kewajiban Jaksa Agung. Pasla 7 ayat 2 menegaskan bahwa untuk kepentingan penuntutan perkara, Jaksa Agung dan Jaksa-Jaksa lainnya dalam lingkungan daerah hukumnya memberikan petunjuk-petunjuk mengkoordinasikan dan mengawasi alat-alat penyidik dengan mengindahkan hierarki. Ayat 3 mengatur bahwa Jaksa Agung memimpin dan mengawasi para Jaksa melaksanakan tugasnya.

Selanjutnya dalam Pasal 8 Undang-Undang itu ditegaskan bahwa Jaksa Agung dapat mengenyampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum. Kemudian Pasal 9 mengatur bahwa Jaksa Agung dan jaksa-jaksa lainnya dalam lingkungan daerah hukumnya menjaga agar penahanan dan perlakuan terhadap orang yang di tahan oleh pejabat-pejabat lain dilakukan berdasarkan hukum.

Mencermati peraturan beberapa ketentuan pasal dari ketiga Undang-Undang Kejaksaan RI di atas, persamaan dan perbedaan pengaturan mengenai tugas dan wewenang Kejaksaan RI dalam ketiga Undang-Undang tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
Persamaan pengaturan dari ketiga Undang-Undang tersebut (Undang-Undang NO.16/2004, Undang-Undang No.5/1991, Undang-Undang No.15/1961) adalah dimana pertama, dalam bidang pidana, Kejaksaan melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan dan putusan pengadilan. Sementara itu, kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan lepas bersyarat di tegaskan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991. dalam melakukan putusan pidana bersyarat dan putusan pidana. Pengawasan, dan melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang, hanya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004.

Selanjutnya, ketiga Undang-Undang kejaksaan di atas mengatur tugas Kejaksaan untuk melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum melimpahkan perkara itu ke pengadilan dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. Dalam penjelasan Pasal 30 ayat 1 huruf e Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dan penjelasan 27 ayat 1 huruf d dijelaskan bahwa untuk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.    Tidak dilakukan terhadap tersangka;
b.    Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan atau dapat meresahkan masyarakat, dan atau yang dapat membahayakan keselamatan Negara;
c.  Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 hari setelah dilaksanakan ketentuan Pasal 110 dan 138 ayat 2 Undang-Undang 8 Tahun 1981 tantang hukum Acara Pidana;
d.    Prinsip koordinasi dan kerja sama dengan penyidik.

Suatu hal yang hanya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 (Pasal 30 ayat 1 huruf d), yaitu bahwa Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang. Adapun tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang dimaksud adalah sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 30 ayat 1 huruf d ini bahwa kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewenangan sebagaimana diatur misalnya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kedua, dalam bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau pemerintah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991. Ketiga, dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat, pengaman kebijakan penegakan hukum, pengamanan peredaran cetakan, pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama, penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal. Beberapa kegiatan ini ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dan Undang-Undamg Nomor 5 Tahun 1991. sedangkan mengenai pengawasan mengenai pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara ditegaskan dalam ketiga Undang-Undang Kejaksaan tersebut.

Kejaksaan dapat meminta hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat yang lain yang layak jika yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 31 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 Pasal 28, sementara itu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tidak menegaskan hal ini. Selain tugas dan wewenang tersebut, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 32 dan Undang-Undang Nomor 1991 Pasal 29, sementara Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tidak menegaskan hal ini.

Selanjutnya, ketiga Undang-Undang Kejaksaan itu menegaskan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan Negara atau instansi lainnya. Dalam Undang-Undang No 16 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 ditegaskan bahwa Kejaksaan dapat memberan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.

Di samping itu, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 mengatur tugas dan wewenang Jaksa Agung, yaitu:
a.  Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Kejaksaan;
b.    Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang;
c. Mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan instansi terkait berdasarkan Undang-Undang yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh Presiden;
d.    Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
e.    Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha Negara;
f.  Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
g.    Menyampapikan pertimbangan kepada Presiden mengenai permohonan garasi dalam hal pidana mati;
h.    Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Pasal 36 ayat 1, 2, dan 3, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, Psal 33 ayat 1, 2, dan 3 sama-sama menegaskan bahwa Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam luar negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung. Izin dimaksud hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas menyatakan kebutuhan untuk itu, yang dikaitkan dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.


Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud di atas, tersangka atau terdakwa atau keluarganya mengajukan permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung. Izin seperti itu diperlukan karena status tersangka atau terdakwa yang sedang dikenakan tindakan hukum, misalnya berupa penahanan, kewajiban lapor, dan atau pencegahan dan penangkalan. Yang dimaksud dengan “tersangka atau terdakwa” adalah apabila fasilitas pengobatan atau menjalani perawatan di dalam negeri tidak ada. Perbedaan pengaturan kedua undang-undang tersebut, terletak pada persyaratan adanya jaminan tersangka atau terdakwa atau keluarganya berupa uang sejumlah kerugian negara yang diduga dilakukan oleh tersangka dan terdakwa, dan apabila tersangka atau terdakwa tidak kembali tanpa alasan yang sah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, uang jaminan tersebut menjadi milik negara. Pelaksanaannya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Previous
Next Post »

1 komentar:

Write komentar
Heri black
AUTHOR
19 Juni 2019 pukul 15.07 delete

Saya mau tanya..kalau Seorang Jaksa menuntut yang terpidana tidak sesuai pasal apa itu dibolehkan.?

Reply
avatar